BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengolahan bahan makanan memiliki andil yang
cukup besar dalam perubahan kandungan
gizi yang ada di dalamnya. Pengolahan bahan makanan yang salah dapat
menyebabkan hilangnya kandungan gizi yang ada di dalam makanan. Sekitar 80%
penduduk Indonesia belum mengerti betul tata cara pengolahan bahan makanan yang
benar. Sehingga saat ini penyakit degeneratif yang disebabkan pola dan
pengolahan bahan makanan yang salah tetap menempati urutan pertama penyebab
kematian masyarakat Indonesia.
Kesadaran untuk mengolah makanan dengan baik
dan benar di Indonesia masih minim. Hal ini dibuktikan dari banyaknya anak-anak
sekolah yang lebih suka membeli panganan di pinggir jalan, bukan dari rumahnya.
Selain itu, para ibu juga belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang
pengolahan makanan yang baik, seperti frekuensi penggunaan minyak, cara memasak
yang benar, dan sebagainya.
Pengolahan bahan makanan tidak hanya
menggoreng, mengukus, memanggang, dan sebagainya. Tapi juga termasuk
pasteurisasi, pengovenan, fermentasi, dan lainnya. Untuk mendapatkan makanan
yang sehat, diperlukan proses pengolahan bahan makanan yang benar agar
kandungan gizi yang ada di dalam bahan makanan tidak hilang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
apakah pengolahan bahan makanan memiliki pengaruh pada kandungan bahan makanan?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pengolahan bahan makanan pada
kandungan bahan makanan di dalamnya.
1.4 Hipotesis
Pengolahan bahan makanan memiliki pengaruh
pada kandungan bahan makanan yang ada di dalamnya.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah
informasi mengenai pentingnya mengolah bahan makanan dengan baik sehingga dapat
menyebarkan informasi ini ke masyarakat luas. Selain itu, dapat memberikan
masukan kepada para ibu mengenai cara-cara pengolahan bahan makanan yang baik
dan benar. Serta sebagai bahan informasi untuk perkembangan ilmu Gizi dalam
menghindari faktor risiko terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif pada
masyarakat Indonesia.
1.5.2 Bagi Peneliti
Memperoleh pangetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian, khususnya mengenai pengaruh pengolahan bahan makanan
terhadap kandungan gizi bahan makanan. Hasil penelitian ini juga dapat
dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian ilmu Gizi dan
bisa dikembangkan lagi oleh peneliti selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ZAT GIZI
2.1.1
Pengertian zat gizi
Zat gizi (Nutriens) adalah ikatan
kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan
energi, membangun, dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses
kehidupan.
2.1.2
Macam-macam zat gizi
1. Karbohidrat
2. Lemak / Lipida
3. Protein
4. Mineral
5. Vitamin
6. Air
2.1.3 Hubungan
antara zat gizi dan makanan
Setiap makanan mengandung zat gizi di dalamnya, seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, maupun mineral.
2.2 MAKANAN
2.2.1 Definisi
makanan
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat
gizi dan atau unsur-unsur / ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi
oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
2.2.2
Pengertian bahan makanan
Bahan makanan
adalah makanan dalam keadaan mentah.
2.2.3 Jenis
makanan
Makanan dibagi menjadi 2, yaitu yang berasal dari
tumbuhan dan dari hewan. Makanan yang berasal dari tumbuhan misalnya :
sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan sebagainya. Sementara itu, makanan
yang berasal dari hewan misalnya : daging, susu, telur, dan sebagainya.
2.3 PENGOLAHAN
MAKANAN
2.3.1
Pengertian pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah
kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi
bentuk lain untuk dikonsumsi oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri
pengolahan makanan.
2.3.2 Cara-cara
pengolahan makanan
1.
Penggorengan
2.
Perebusan
3.
Pengukusan
4.
Pemanggangan
5.
Fermentasi
6.
Pasteurisasi
7.
Pengeringan
8.
Peragian
9.
Pencampuran
10.
Pengovenan, dan sebagainya
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 PEMBAHASAN
3.1.1 Pengaruh
pengolahan terhadap nilai gizi protein
Pengolahan bahan makanan berprotein yang tidak dikontrol
dengan baik dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Proses
pengolahan makanan protein dibagi menjadi 3 cara, yaitu secara fisik, kimia,
dan biologis. Secara fisik biasanya dilakukan dengan penghancuran, atau
pemanasan, secara kimia dengan menggunakan pelarut organik, oksidasi atau asam,
secara biologis dengan fermentasi atau hidrolisa enzimatis.
Diantaran cara pengolahan tersebut, yang paling banyak
dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan pemanasan, seperti sterilisasi,
pemasakan, dan pengeringan. Pengolahan makanan berprotein yang salah dapat
menyebabkan penurunan kandungan asam amino dan penurunan daya cerna. Oleh
karena itu, pengolahan makanan berprotein jangan dilakukan dengan cara yang
benar, seperti tidak melakukan pembakaran, karena dapat menurunkan nilai
biologis protein secara signifikan.
3.1.2 Pengaruh
pengolahan terhadap nilai gizi karbohidrat
Ditinjau dari
daya cernanya, karbohidrat dibagi menjadi 2, yaitu :
1.
Karbohidrat yang dapat dicerna, yaitu monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa, dsb); disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa);
serta pati.
2.
Karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti
oligosakarida dan serat pangan yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, gum,
dan lignin.
Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya
terkait dengan terjadinya hidrolisis. Contohnya pemanggangan akan menyebabkan
gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan
karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan
ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanggangan.
Berbagai pengujian telah diterapkan untuk mengukur serat
pangan, termasuk metode penentuan kadar serat kasar secara klasik yang hasilnya
biasanya lebih rendah dibandingkan penentuan serat pangan secara enzimatis.
Istilah serat kasar berbeda dari serat pangan. Serat kasar merupakan bagian
dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk menentukan serat kasar. Sedangkan serat pangan adalah bagian
dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Oleh karena itu, nilai kadar serat kasar biasanya lebih rendah dari serat
pangan karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih
besar dalam menghidrolisis komponen bahan pangan dibandingkan dengan
enzim-enzim pencernaan.
Serealia dan kulitnya dianggap merupakan sumber serat
yang baik. Oleh karena bahan tersebut banyak mengalami proses pengolahan
terutama ekstrusi HTST (High Temperature Short Time), maka diperkirakan
terdapat pengaruh pegolahan terhadap kandungan seratnya. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan bahwa proses ekstrusi hanya sedikit mempengaruhi kandungan serat
dalam bahan pangan yang diuji.
3.1.3 Pengaruh
pengolahan terhadap nilai gizi lemak
Pada umumnya, setelah proses pengolahan bahan pangan akan
terjadi kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya
sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses
pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin
intens. Asam lemak esensial akan terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan
alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu, dan oksigen. Proses oksidasi lemak
dapat menyebabkan inaktifasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat
toksik. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa produk voliatil hasil oksidasi
asam lemak babi bersifat toksik terhadap tikus percobaan.
Pada proses pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat dan
kemungkinan juga asam lemak yang lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida
yang tidak stabil oleh adanya aktivitas enzimlipoksigenase. Perubahan tersebut
akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larut
lemak) produk.
3.1.4 Pengaruh
pengolahan terhadap nilai gizi vitamin
Stabilitas vitamin di bawah berbagai kondisi pengolahan
relatif bervariasi. Vitamin A akan stabil dalam kondisi ruang hampa udara,
namun akan cepat rusak ketika dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada
suhu yang tinggi. Vitamin tersebut akan rusak seluruhnya apabila dioksidasi
didehidrogenisaasi. Vitamin ini juga akan lebih sensitif terhadap sinar
ultraviolet dibandingkan dengan sinar pada panjang gelombang lain.
Asam askorbat sedikit stabil dalam larutan asam dan
terdekomposisi oleh adanya cahaya. Proses dekomposisi sangat diakselerasi oleh
adanya alkali, oksigen, tembaga dan zat besi.
Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh pelarut pada saat
vitamin tersebut dilarutkan, namun akan stabil apabila dalam bentuk kristal
disimpan dalam botol gelas tidak tembus pandang. Pada umumnya vitamin D stabil
terhadap panas, asam dan oksigen. Vitamin ini akan rusak secara perlahan-lahan
apabila suasana sedikit alkali, terutama dengan adanya udara dan cahaya.
Kelompok asam folat stabil dalam perebusan pada pH 8
selama 30 menit, namun akan banyak hilang apabila diautoklaf dalam larutan asam
dan alkali. Destruksi asam folat diakselerasi oleh adanya oksigen dan cahaya.
Vitamin K bersifat stabil terhadap panas dan senyawa
preduksi, namun sangat labil terhadap alkohol, senyawa pengoksidasi, asam kuat
dan cahaya.
Niasin akan terhidrolisis sebagian dalam asam dan alkali,
namun masih mempunyai nilai biologis yang sama. Pada umumnya, niasin stabil
terhadap udara, cahaya, panas, asam, dan alkali.
Asam pantotenat paling stabil pada pH 5,5-7, secara cepat
akan terhidrolisis dalam asam kuat dan kondisi alkali akan labil dalam
pemanasan kering, larutan asam, dan alkali panas.
Vitamin 12 (kobalamin) murni bersifat stabil terhadap
pemanasan dalam larutan netral. Vitamin ini akan rusak ketika dipanaskan dalam
larutan alkali atau asam dalam bentuk kasar, misalnya dalam bahan pangan. Kolin
sangat alkalis dan sedikit tidak stabil dalam larutan yang mengandung oksigen.
Kelompok vitamin B6 meliputi peridoksin, peridoksal, dan
peridoksamin. Peridoksin bersifat labil terhadap pemanasan, alkali kuat atau
asam, tetapi sensitif terhadap sinar, terutama sinar ultraviolet ketika berada
di dalam larutan alkali. Peridoksal dan peridoksamin secara cepat akan rusak
ketika diekspos di udara, panas, dan sinar. Ketiganya sensitif terhadap sinar
ultraviolet ketika berada di dalam larutan netral atau alkali. Peridoksamin
dalam bahan makanan bersifat sensitif terhadap pengolahan.
3.1.5 Pengaruh
pengolahan terhadap nilai gizi mineral
Pada umumnya, garam-garam mineral tidak terpengaruh
secara signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan
adanya oksigen, beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral
bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya.
Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses
pemanggangan bahan pangan, proses tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral
dalam bahan pangan. Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat mempengaruhi
absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan ikatan,
yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi meskipun dibutuhkan
secara fisiologis. Fiber, protein, dan mineral diduga merupakan komponen utama
sebagai penyusun kompleks tersebut.Beberapa mineral seperti zat besi,
kemungkinan akan teroksidasi selama proses pemanggangan dan akan mempengaruhi
absorppsi dan nilai biologisnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Almatsier, Sunita Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan ke : 8, 2009
·
Palupi, NS ; Zakaria, FR ; Prangdimurti, E Pengaruh
Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan, Modul e-Learning ENBP, IPB 2007
·
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengolahan_makanan
Kelen!!!!!,,,feed back dong!!! ,, ukhybelajar.blogspot.com
BalasHapusokee.... :)
Hapus